Ini yang aku dapetin dari acara
kajian bareng mbak Peggy kemaren, di acara Jomfest, 22 Desember 2013 di
Klebengan. Aaaaa,,, begitu mendengar apa yang beliau sampaikan.. bulu kudukku
berasa terangkat semua. Merinding banget ngedenger kisahnya, dan yang jelas
bikin aku jadi nangis. Apa yang beliau sampaikan begitu menyentuh. Ya, amat
menyentuh bagiku. Yaitu tentang kisahnya bagaimana kemudian akhirnya bisa
menemukan Alloh. Ya, menemukan Alloh. Itu adalah sebuah kenikmatan yang luar
biasa. Yang tak ternilai harganya. Nikmat bisa merasakan hakikat sebenarnya
makna iman, islam, dan ihsan.
Awalnya, ketika mau ikut acara ini, aku cuma ngrasa kasian aja...
Soalnya di acara Jomfest yang ngundang artis luar biasa masya Alloh, yang
dateng ke forum itu bahkan bisa diitung jari. Niat awalnya, cuma pengen
ngramein. Ngrasa gak tega... Ah, masak acara sekeren ini yang dateng cuma dikit.Tapi,
memang mungkin pada akhirnya aku berkesimpulan orang-orang yang ikut di acara
ini adalah orang-orang yang terpilih. Terpilih untuk kemudian bisa mengambil
hikmah dari apa yang disampaikan oleh mbak Peggy. Dan finally, aku pun akhirnya
mengubah frame berpikirku, bahwa mbak Peggy tak merasakan kekecewaan ketika
acara ini berlangsung dan hanya diikuti oleh segelintir orang yang siap
mendengarkan. Karena, baginya all apa yang dilakukannya adalah karena Alloh.
Maka sudut pandang kuantitas orang yang ikut acara itu gak bermasalah buatnya.
Dan, aku bersyukur sekali karena apa-apa yang disampaikan mbak Peggy menjadi
penguatanku; motivasiku; atas apa yang saat ini pun sedang aku rasakan.
Ya, selama 20 tahun itu, akhirnya
dengan kerja keras, totalitas, loyalitas atas amanah-amanah yang saya lakukan.
Saya beroleh semuanya. Kurang lebihnya
kalimat itu yang dapat aku tangkap dari apa yang beliau sampaikan untuk pembuka
tulisanku ini. Saya, menjadi duta di berbagai cara, duta nasional, bahkan
internasional. Menjadi presiden di forum internasional, sibuk di berbagai macam
aktivitas sosial. Kesibukan akting; main film. Bahkan pun terjun di dunia
pendidikan. Ya, saya beroleh semua dari apa yang saya usahakan. Dan itu karena
Alloh Maha Baik. Alloh memberikan hasil sesuai dengan apa yang saya usahakan.
Dan bagi saya dan ketika orang menilai semua itu maka itu bukanlah aktivitas yang
jelek; tapi itu adalah aktivitas-aktivitas positif. Tapi pun kemudian, dari
aktivitas-aktivitas postif; sekali lagi meskipun itu adalah aktivitas positif...
maka kita pun perlu untuk sangat berhati-hati. Karena bisa jadi potensi
aktivitas positif untuk menggelincirkan hati kita; memelesetkan hati kita jauh
lebih besar dibandingkan aktivitas-aktivitas negatif yang jelas-jelas kita bisa
mengetahui bahwa aktivitas itu memang negatif dan kita bisa menghindarinya.
Kenapa kemudian bisa dikatakan menggelincirkan hati? Karena bisa jadi, justru
semua waktu, energi, pikiran kita pada akhirnya justru menyeret kita.. menarik
kita untuk melakukan aktivitas-aktivitas positif kita. Ya, kita tenggelam dalam
aktivitas-aktivitas itu. Dan ini kemudian membawa kehilafan, kelalaian pada
diri kita dalam hal keimanan kita, sehingga bahkan aktivitas-aktivitas positif
kita itu menjauhkan diri kita dari Alloh, ya semakin menjauhkan diri kita dari
Alloh. Dan di saat inilah kemudian, nilai keimanan kita menjadi sangat limit.
Seolah ibadah-ibadah yang kita lakukan hanya menjadi ritual semata. Hanya
menjalankan rutinitas biasa; tidak menginfiltrasi ke dalam hati. Tidak tertanam
menjadi pola pikir; paradigama, dan sikap.
Kurang lebihnya begitu.. apa yang disampaikan oleh beliau (Upz maaf
itu, kata-katanya aku bahsakan dengan kata-kataku. Soalnya aku tak bisa
mengulang persis dengan apa yang beliau sampaikan). Dan pada saat aku
mendengarkan kamimat demi kalimat itu, seolah aku menjadi semakin tertohok.
Semakin ingin mengintrospeksi diri. Dan semakin teringat dengan semua aktivitas
“positif” yang saat ini aku lakukan. Rasanya, aku ingin menangis ketika aku
cerna kalimat demi kalimat yang beliau tuturkan. Karena aku merasa apa yang
beliau sampaikan persis seperti pemahaman yang baru mulai aku bangun saat ini.
Dan pada akhirnya, saya merasakan
masa-masa 2 tahun yang penuh dengan lika-liku; ujian, yang akhirnya menuntun
saya, membawa saya kembali kepada Alloh. Ya, kembali kepada Alloh. Masa-masa
ini saya alami ketika saya sudah berada pada titik ketika seolah semua yang
saya punya, begitu “perfect”, sempurna. Popularitas, eksistensi, karya, bahkan
saya pun beroleh pasangan hidup yang bagi orang-orang dia adalah sosok yang
hebat. Ya, dan pasca saya berada pada titik itu, kemudian masalah mulai muncul;
timbul, bahkan di semua lini kehidupan saya. Dan itu sampai merembet pada masalah
pribadi dan keluarga saya. Awalnya saya berusaha menguatkan diri saya sendiri,
bahwa saya pasti kuat. “Peggy, kamu kuat! Kamu pasti bisa melampaui semua ini.
Kamu pasti bisa hadapi semuanya.” Motivasi-motivasi ini coba saya munculkan
untuk menyemagati diri saya sendiri. Tapi, semakin saya memotivasi dengan
kata-kata itu, maka masalah tak jua berhenti. Semakin bertambah. Dan hingga akhirnya,
semuanya kemudian menyadarkan saya, bahwa semua ini akan selesai ketika saya
mengandalkan kekuatan, satu-satunya pada Alloh. Memasrahkan semuanya pada
Alloh, menyadari bahwa diri saya lemah. Gak kuat, gak bisa, dan menyadari bahwa
solusi semua masalah ini ada di Alloh. Alloh Yang Maha segalanya. Hingga waktu
2 tahun berlalu itu kemudian membawa saya untuk kembali menyadari hakikat
kehidupan; membawa saya kembali kepada Alloh.
Semakin merinding aku, ketika mendengar apa-apa yang mbak Peggy
sampaikan. Tentang Alloh. Bahwa Yang Maha segalanya adalah Alloh. Manusia
lemah, tak berdaya. Tak punya hak untuk sombong. Manusia tak bisa ngapa-ngapain
tanpa Alloh. Bahwa solusi semua masalah adalah ada pada Alloh. Memasrahkan semuanya
pada Alloh. Lahaulawalaquwwata illabillah.
Alloh Maha Baik, kata beliau.
Karena pada akhirnya Alloh cukup membalas 20 tahun saya dengan 2 tahun yang
begitu berharga. 2 tahun, yang akhirnya membawa saya untuk benar-benar kembali
mempelajari hakikat islam. Dan pada intinya saat ini, saya hanya mengorientasikan
hidup saya untuk Alloh semata. Apapun yang saya lakukan di dunia ini adalah
untuk Alloh; karena Alloh. Pokoknya Alloh aja. Dan ketika saya sudah memiliki
orientasi ini, maka bagi saya urusan
dunia jadi berasa ringan. Dan bagi saya, akhirnya saya merasakan bahwa dunia
udah selesai sampai di sini. Ya, karena dunia ini hanya sementara. Akan ada
dunia yang sebenernya setelah ini. Pun, ketika semua orinetasi saya tujukan
hanya untuk Alloh, maka yang saya dapatkan adalah ketenangan. Ketenangan luar
biasa yang saya tak bisa melukiskannya.
Ketenangan, ketenangan, dan ketenangan. Aaaa, ketenangan, ya ketenangan
itu yang merupakan puncak kebahagian. Ketenangan karena pada akhirnya bisa
merasa begitu dekat dengan Alloh. Alloh Yang Maha segalanya. Alloh Yang Maha besar,maha
menguasai, maha mengetahui. Ketenangan
yang merupakan puncak kebahagiaan bagi seorang mukmin. Meskipun ada banyak masalah
di depan mata, tapi semuanya jadi begitu terasa ringan.
Kemudian pada closing statemen
yang beliau sampaikan, pun begitu menghujam bagiku. Menghujam ke dalam hati. Kata beliau, kita boleh saja kehilangan
materi dan apa-apa yang berkaitan dengan duniawi, tapi jangan sampai kita
kehilangan Alloh. Jangan sampai kita kehilangan Alloh. Masya Alloh,
subhanalloh, alhamdulillah, luar biasa. Kalimat demi kalimat yang begitu membuatku
merinding dan menangis.
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya
Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna
dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan (Srh. Hud:15)
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan
lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah
apa yang telah mereka kerjakan. (Srh. Hud:16)
Wallohu’alam bisshowab.
(@Medianet 23.12.13; 17:01. Ilmu
yang aku dapetin dari mbak Peggy; dengan banyak perubahan struktur kalimat J Tapi insya Alloh
intinya sama. Begitu)