Senin, 23 Desember 2013

Kajian bareng Mbak Peggy, Melati Sukma; Kita Boleh Kehilangan Semuanya, Tapi Jangan Sampai Kita Kehilangan Alloh!

Ini yang aku dapetin dari acara kajian bareng mbak Peggy kemaren, di acara Jomfest, 22 Desember 2013 di Klebengan. Aaaaa,,, begitu mendengar apa yang beliau sampaikan.. bulu kudukku berasa terangkat semua. Merinding banget ngedenger kisahnya, dan yang jelas bikin aku jadi nangis. Apa yang beliau sampaikan begitu menyentuh. Ya, amat menyentuh bagiku. Yaitu tentang kisahnya bagaimana kemudian akhirnya bisa menemukan Alloh. Ya, menemukan Alloh. Itu adalah sebuah kenikmatan yang luar biasa. Yang tak ternilai harganya. Nikmat bisa merasakan hakikat sebenarnya makna iman, islam, dan ihsan.

Awalnya, ketika mau ikut acara ini, aku cuma ngrasa kasian aja... Soalnya di acara Jomfest yang ngundang artis luar biasa masya Alloh, yang dateng ke forum itu bahkan bisa diitung jari. Niat awalnya, cuma pengen ngramein. Ngrasa gak tega... Ah, masak acara sekeren ini yang dateng cuma dikit.Tapi, memang mungkin pada akhirnya aku berkesimpulan orang-orang yang ikut di acara ini adalah orang-orang yang terpilih. Terpilih untuk kemudian bisa mengambil hikmah dari apa yang disampaikan oleh mbak Peggy. Dan finally, aku pun akhirnya mengubah frame berpikirku, bahwa mbak Peggy tak merasakan kekecewaan ketika acara ini berlangsung dan hanya diikuti oleh segelintir orang yang siap mendengarkan. Karena, baginya all apa yang dilakukannya adalah karena Alloh. Maka sudut pandang kuantitas orang yang ikut acara itu gak bermasalah buatnya. Dan, aku bersyukur sekali karena apa-apa yang disampaikan mbak Peggy menjadi penguatanku; motivasiku; atas apa yang saat ini pun sedang aku rasakan.

Ya, selama 20 tahun itu, akhirnya dengan kerja keras, totalitas, loyalitas atas amanah-amanah yang saya lakukan. Saya beroleh semuanya. Kurang lebihnya kalimat itu yang dapat aku tangkap dari apa yang beliau sampaikan untuk pembuka tulisanku ini. Saya, menjadi duta di berbagai cara, duta nasional, bahkan internasional. Menjadi presiden di forum internasional, sibuk di berbagai macam aktivitas sosial. Kesibukan akting; main film. Bahkan pun terjun di dunia pendidikan. Ya, saya beroleh semua dari apa yang saya usahakan. Dan itu karena Alloh Maha Baik. Alloh memberikan hasil sesuai dengan apa yang saya usahakan. Dan bagi saya dan ketika orang menilai semua itu maka itu bukanlah aktivitas yang jelek; tapi itu adalah aktivitas-aktivitas positif. Tapi pun kemudian, dari aktivitas-aktivitas postif; sekali lagi meskipun itu adalah aktivitas positif... maka kita pun perlu untuk sangat berhati-hati. Karena bisa jadi potensi aktivitas positif untuk menggelincirkan hati kita; memelesetkan hati kita jauh lebih besar dibandingkan aktivitas-aktivitas negatif yang jelas-jelas kita bisa mengetahui bahwa aktivitas itu memang negatif dan kita bisa menghindarinya. Kenapa kemudian bisa dikatakan menggelincirkan hati? Karena bisa jadi, justru semua waktu, energi, pikiran kita pada akhirnya justru menyeret kita.. menarik kita untuk melakukan aktivitas-aktivitas positif kita. Ya, kita tenggelam dalam aktivitas-aktivitas itu. Dan ini kemudian membawa kehilafan, kelalaian pada diri kita dalam hal keimanan kita, sehingga bahkan aktivitas-aktivitas positif kita itu menjauhkan diri kita dari Alloh, ya semakin menjauhkan diri kita dari Alloh. Dan di saat inilah kemudian, nilai keimanan kita menjadi sangat limit. Seolah ibadah-ibadah yang kita lakukan hanya menjadi ritual semata. Hanya menjalankan rutinitas biasa; tidak menginfiltrasi ke dalam hati. Tidak tertanam menjadi pola pikir; paradigama, dan sikap.

Kurang lebihnya begitu.. apa yang disampaikan oleh beliau (Upz maaf itu, kata-katanya aku bahsakan dengan kata-kataku. Soalnya aku tak bisa mengulang persis dengan apa yang beliau sampaikan). Dan pada saat aku mendengarkan kamimat demi kalimat itu, seolah aku menjadi semakin tertohok. Semakin ingin mengintrospeksi diri. Dan semakin teringat dengan semua aktivitas “positif” yang saat ini aku lakukan. Rasanya, aku ingin menangis ketika aku cerna kalimat demi kalimat yang beliau tuturkan. Karena aku merasa apa yang beliau sampaikan persis seperti pemahaman yang baru mulai aku bangun saat ini.

Dan pada akhirnya, saya merasakan masa-masa 2 tahun yang penuh dengan lika-liku; ujian, yang akhirnya menuntun saya, membawa saya kembali kepada Alloh. Ya, kembali kepada Alloh. Masa-masa ini saya alami ketika saya sudah berada pada titik ketika seolah semua yang saya punya, begitu “perfect”, sempurna. Popularitas, eksistensi, karya, bahkan saya pun beroleh pasangan hidup yang bagi orang-orang dia adalah sosok yang hebat. Ya, dan pasca saya berada pada titik itu, kemudian masalah mulai muncul; timbul, bahkan di semua lini kehidupan saya. Dan itu sampai merembet pada masalah pribadi dan keluarga saya. Awalnya saya berusaha menguatkan diri saya sendiri, bahwa saya pasti kuat. “Peggy, kamu kuat! Kamu pasti bisa melampaui semua ini. Kamu pasti bisa hadapi semuanya.” Motivasi-motivasi ini coba saya munculkan untuk menyemagati diri saya sendiri. Tapi, semakin saya memotivasi dengan kata-kata itu, maka masalah tak jua berhenti. Semakin bertambah. Dan hingga akhirnya, semuanya kemudian menyadarkan saya, bahwa semua ini akan selesai ketika saya mengandalkan kekuatan, satu-satunya pada Alloh. Memasrahkan semuanya pada Alloh, menyadari bahwa diri saya lemah. Gak kuat, gak bisa, dan menyadari bahwa solusi semua masalah ini ada di Alloh. Alloh Yang Maha segalanya. Hingga waktu 2 tahun berlalu itu kemudian membawa saya untuk kembali menyadari hakikat kehidupan; membawa saya kembali kepada Alloh.

Semakin merinding aku, ketika mendengar apa-apa yang mbak Peggy sampaikan. Tentang Alloh. Bahwa Yang Maha segalanya adalah Alloh. Manusia lemah, tak berdaya. Tak punya hak untuk sombong. Manusia tak bisa ngapa-ngapain tanpa Alloh. Bahwa solusi semua masalah adalah ada pada Alloh. Memasrahkan semuanya pada Alloh. Lahaulawalaquwwata illabillah.
Alloh Maha Baik, kata beliau. Karena pada akhirnya Alloh cukup membalas 20 tahun saya dengan 2 tahun yang begitu berharga. 2 tahun, yang akhirnya membawa saya untuk benar-benar kembali mempelajari hakikat islam. Dan pada intinya saat ini, saya hanya mengorientasikan hidup saya untuk Alloh semata. Apapun yang saya lakukan di dunia ini adalah untuk Alloh; karena Alloh. Pokoknya Alloh aja. Dan ketika saya sudah memiliki orientasi ini, maka bagi saya  urusan dunia jadi berasa ringan. Dan bagi saya, akhirnya saya merasakan bahwa dunia udah selesai sampai di sini. Ya, karena dunia ini hanya sementara. Akan ada dunia yang sebenernya setelah ini. Pun, ketika semua orinetasi saya tujukan hanya untuk Alloh, maka yang saya dapatkan adalah ketenangan. Ketenangan luar biasa yang saya tak bisa melukiskannya.
Ketenangan, ketenangan, dan ketenangan. Aaaa, ketenangan, ya ketenangan itu yang merupakan puncak kebahagian. Ketenangan karena pada akhirnya bisa merasa begitu dekat dengan Alloh. Alloh Yang Maha segalanya. Alloh Yang Maha besar,maha  menguasai, maha mengetahui. Ketenangan yang merupakan puncak kebahagiaan bagi seorang mukmin. Meskipun ada banyak masalah di depan mata, tapi semuanya jadi begitu terasa ringan.

Kemudian pada closing statemen yang beliau sampaikan, pun begitu menghujam bagiku. Menghujam ke dalam hati. Kata beliau, kita boleh saja kehilangan materi dan apa-apa yang berkaitan dengan duniawi, tapi jangan sampai kita kehilangan Alloh. Jangan sampai kita kehilangan Alloh. Masya Alloh, subhanalloh, alhamdulillah, luar biasa. Kalimat demi kalimat yang begitu membuatku merinding dan menangis.

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan (Srh. Hud:15)
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (Srh. Hud:16)

Wallohu’alam bisshowab.


(@Medianet 23.12.13; 17:01. Ilmu yang aku dapetin dari mbak Peggy; dengan banyak perubahan struktur kalimat J Tapi insya Alloh intinya sama. Begitu)

Jumat, 20 Desember 2013

Sebuah Keputusan tentang Masa Depan


Lagi, lagi, dan lagi. Entahlah sepertinya Alloh swt sedang menuntunku pada satu jalan. Ya, jalan hidup yang nantinya akan aku lalui. Jalan yang mengantarkanku menuju masa depanku; aku ingin menjadi orang seperti apa.

Aku memang baru pada fase kegalauan, kebimbangan, kekhawatiran, ketidakpastian. Aku masih berada pada persimpangan jalan. Ada banyak jalan terbentang di hadapanku. Tapi, aku masih bingung akan melangkahkan kakiku ke arah mana. Terus terang. Bagiku semua jalan masih dipenuhi dengan kabut pagi yang membuatku tak bisa menatap apa-apa yang terbentang di semua jalan itu. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas; bahkan samar-samar terlihat pun tidak. Ah, begitu misteri bagiku. Aku tak bisa menebak; meraba-raba.

Tapi, hidup tak boleh berhenti sampai di persimpangan. Aku jadi tahu makna; arti pepatah, bahwa hidup adalah pilihan. Dan sekarang aku mengalaminya. Ya, aku mengalami. Dan aku harus memilih. Aku tak mungkin pada keadaan seperti ini terus menerus; bimbang dan galau. Tak boleh. Roda kehidupan terus berputar. Bergegas untuk menentukan.

Passion; ya passion. Itu kuncinya. Itu jawabannya. Jawaban yang kemudian akan menuntunku memilih satu jalan yang tegas bagiku. Jalan yang akan mengarahkan pada masa depanku Passion; adalah satu hal yang bikin hidupmu lebih hidup. Satu hal yang ketika kamu jalani kau akan rasakan kenyamanan di sana. Passion; satu hal yang kamu ingin berjuang mati-matian untuk itu. Satu hal yang bahkan kau rela tak mendapatkan apapun; tapi yang kau dapatkan adalah kepuasan. Passion; satu hal yang kamu memang bisa lakukan itu dan kau akan jadi dirimu ("Inilah aku") ketika kau jalani itu.

21 tahun memang waktu yang lama; ya kau hitung saja. 1 tahun katakanlah ada 365 hari; kalikan saja dengan angka 21. Kalau dalam hitungan jam maka kau perlu kalikan lagi dengan angka 24. Apalagi dalam hitungan yang lebih kecil dari itu; hitungan menit bahkan sekon. Dan kau tahu? Di umur 21 itulah baru aku temukan satu hal yang memang menjadi passionku. Ya, setelah kujalani semua hal yang ingin aku jalani; ingin aku coba; ingin aku lakukan. Aku ingin ini, ingin itu. Berusaha keras untuk memperoleh semuanya. Tapi ternyata tak semua yang bisa aku lakukan; apa yang telah aku coba lakukan; tak semuanya aku rasakan kenyamanan. Ya, meskipun semua bisa aku lakukan. Dan akhirnya baru tahulah aku satu hal yang memang menjadi passionku di umur yang segitu. Dan lagi-lagi aku menyimpulkan; begitulah arti dari kalimat masa muda masa untuk mencoba.

Terkadang aku berpikir... apakah di bilangan usia itu adalah waktu yang terlalu terlambat untuk tahu sebenar-benarnya passionku apa. Terkadang iri melihat bahwa ada orang-orang yang telah menemukan passionnya jauh lebih dulu. Tapi lagi-lagi kemudian aku berusaha menenangkan diri; tak ada kata terlambat untuk melakukan sesuatu. Toh, daripada tidak sama sekali bukan? Aah, asalkan pasca itu kau lakukan semuanya totalitas; sungguh-sungguh, maka tak mengapa. Tinggal lagi-lagi perlu meluruskan niat; apa gunanya melakukan itu. Yang terpenting adalah niat ibadah; lillah; untukNya. Maka Alloh akan berikan jalan. Yakin, kalau Alloh tak menilai dari sejak kapan kita melakukan semuanya sesuai dengan passion kita. Yang Dia nilai adalah niat-niat kita. Niat kebaikan beroleh pahala. Niat kejahatan belum dinilai berdosa ketika belum jadi untuk dijalani.

Ah, lagi-lagi tentang passion. Belum tentu semua orang mengerti tentang itu dan menyadarinya. Memang masa-masa 'kritis', masa-masa 'penentuan' akan dialami oleh setiap orang. Termasuk masa-masa untuk kemudian memilih melakoni passion dengan segenap 'tantangan' atau berada pada zona 'nyaman'; mencari titik aman.

Dan pada akhirnya kali ini ketika aku berada pada persimpangan jalan; maka kupilih jalan yang menantang; keluar dari zona nyaman. Mengikuti apa yang menjadi kata hati. Karena aku suka dengan itu, aku nyaman dengan itu. Meskipun aku tahu; itu berat. Penuh dengan ketidakpastian; kekhawatiran; ketakutan. Tapi aku ingat, aku punya Alloh. Dan lagi, lagi, kuserahkan semua padaNya. Meminta pendapatNya, memantapkan diri dengan berkonsultasi padaNya; meminta ridho-Nya. Alloh, Dia tidak tidur, Dia maha mengetahui, Dia maha melihat, Dia tahu bagaimana pengorbananku, perjuanganku, dan Dia tak akan membiarkan ini si-sia. Dia akan berikan jalan, Dia akan berikan petunjuk dan kemudahan.
***
Aku terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja. Kalangan menengah ke bawah. Aku anak pertama dan adikku ada tiga orang. Yah, tahulah dengan kemampuan ekonomi orang tua yang pas-pasan, maka sedari kecil aku telah dibiasakan untuk hidup 'prihatin". Ya, sejak SD. Aku tak pernah diberi uang saku kecuali kalau ada jadwal olahraga. Masa SMP pun demikian. Aku tak pernah dikasih uang saku kecuali kalau ada jadwal olahraga dan kegiatan sampai sore. Masa SMA; aku ngekos dan lagi-lagi aku hanya diberikan jatah 4000-5000 rupaiah perhari untuk mencukupi semua kebutuhanku; makan, pulsa, perlengkapan sekolah, dan pernak perniknya. Bayangkan saja. Dan di masa kuliah, alhamdulillah ada kenaikan gaji per harinya. Aku diberikan jatah 6000 rupiah per hari, tapi itu pun sama saja. Untuk mencukupi semua keperluan. Aah, kalau diperhitungkan dengan detail dari masa itu hingga kini; tanpa nikmat; karunia, dan rizki Alloh, maka itu tak akan cukup. Tapi lagi-lagi Alloh Maha baik, Maha mencukupi, maka semuanya tercukupi bahkan hingga detik ini. Aku masih bisa makan, masih bisa ke sana-sini meskipun serba dengan keterbatasan; ngos-ngosan.

Tapi... aku akhirnya banyak belajar dari ini semua. Keadaan inilah yang membuatku menjadi berpkir kreatif; mencoba segala hal; mencari peluang; ilmu; pengalaman: relasi karena kondisi yang 'kepepet' itu. Dan memang aku sudah dibiasakan itu sedari kecil. Aku ingat sekali, waktu itu aku kelas 2 SD. Aku diminta orang tuaku utuk berjualan kering di sekolah; waktu itu aku jual harga 50 dan 100 rupiah. Kelas 4 SD, aku diminta jualan manisan dan arem-arem. Belum lagi di masa-masa itu aku diajak orang tuaku ke pasar dan membantu jualan aneka dagangan; timun, sawi; semangka; melon; kacang panjang; cabai; ya aneka hasil bumi. Kelas 6 aku berinistaif untuk membuat arem-arem sendiri dan menjualnya ke teman-teman kelas. SMP, aku diminta utuk menitipkan makanan 'kering' ke kantin sekolah. SMA, aku berdagang aneka jenis produk. Dari produk yang aku buat sendiri; gorengan, pastel; camilan yang dibungkus 500an, produk chocholatos, gerry, rechese. Aah.. aku sampai susah mengingatnya. dan masih lagi, ketika aku duduk di bangku kuliah, usaha jajanan 500an masih aku tekuni ditambah dengan jualan jajanan pasar. jualan pulsa, tupperware, legging, jilbab, yogurt. Jadi reseller. Dan ketika mengingatnya... membuatku semacam bernostalgia dengan pengalaman jualanku di kelas-kelas, menawarkan jualan dagangan ke guru, dosen; jualan keliling.

Tak cukup dengan pengalaman berbisnis saja; aku pun mencoba peluang-peluang lain; mengikuti even lomba nulis; olimpiade. Ngajar privat anak SD, SMP, SMA. Pokoknya peluang apapun yang mendatangkan profit buatku; untuk melanjutkan roda kehidupanku. Yah, aku memang dibelajarkan pada kondisi kepepet. Uang hidup per hari hanya dapat jatah Rp 4000, sewaktu SMA dan naik sedikit ketika kuliah; Rp 6.000/hari. Aah, rasanya begitu menyedihkan memang. Tapi aku mengambil hikmah positifnya, bahwasanya pada kondisi yang demikian ini aku dibelajarkan dengan banyak hal. Berat memang ketika menjalaninya. Tapi aku yakin Alloh swt sedang mentarbiyahku untuk menjadi pribadi yang tahan banting pada kondisi apapun. Aku bersyukur untuk itu.

Dan benar saja, dengan kondisi yang demikian toh pada akhirnya aku masih bisa bertahan hidup hingga saat ini. Sampai pada titik aku lulus kuliah. Aku bisa merampungkan semuanya; meskipun memang penuh aral melintang di perjalanannya. Tak cuma itu saja sih; dan akhirnya aku pun punya banyak saudara; relasi, dan beberapa sertifikat serta trophy. Lagi-lagi aku harus bersyukur untuk itu.
***
Tapi hidup tak berhenti hanya sampai di situ. Aku masih harus menjalani kehidupanku selanjutnya. Di usiaku yang berbilang 21 tahun ini, dan selanjutnya, ketika aku masih dikaruniakan umur. Menjalani kehidupan, untuk mencetak prestasi-prestasi kebaikan; mencetak prestasi-prestasi untuk kehidupan sebenar-benarnya, “akhirat” Ya, menjadi sebaik-baik pribadi; bisa memberikan banyak kontribusi untuk orang lain.

Di tengah kesamar-samaran persimpangan jalan itu, ketika kabut pagi masih menutupi pandangan mataku di jalan masa depan, maka kemudian aku membuat keputusan. Sebuah keputusan yang menurutku itu beresiko. Keputusan yang telah berkonsultasi pada diri sendiri; mengikuti kata hati dengan meminta kemantapan padaNya. Aku membuat keputusan besar dalam hidupku; mengambil jalan yang sesuai dengan passionku; berbisnis. Memang, aku punya cita-cita untuk menjadi pengusaha besar; meskipun itu tak selinear dengan sejarah studiku. Setelah menimbang-nimbang, mencari pencerahan, dan masih dengan dihantui perasaan takut dan khawatir, maka sampai saat ini aku curahkan semua waktuku untuk berbisnis; mewujudkan mimpi menjadi pengusaha.

SO’JAIM, adalah bisnisku yang ‘kalau tak salah aku menghitungnya’ ini adalah bisnisku yang ke-15 kalinya. Dan aku telah mengalami kegagalan pada bisnis-bisnis sebelumnya. Aku telah bertekad bahwasanya pada bisnis yang ke-15 ini, aku harus berhasil. Meskipun aku tahu ini tak mudah; butuh perjuangan, pengorbanan, totalitas! Seperti yang telah aku alami di masa sebelumnya, di tengah-tengah keterbatasan, tapi aku yakin pasti semua bisa terlampaui. Ya, keyakinan yang bermula dari niat yang baik dan mulia; maka insya Alloh, Alloh akan memberikan jalan, Alloh akan membantu mewujudkan mimpiku. Aamiin.

Di tengah harap, di saat keraguan masih melanda, mengambil sebuah keputusan tentang masa depan; keluar dari zona yang nyaman
26 November 2013 (13 : 50) @So’jaim





10 Catatan Waktu #5

#41
Kembali merenungi apa-apa yang kita lakukan. Mencoba melogika, menalar apa-apa yang kita lakukan selama ini. Ambil nafas sejenak dan kumpulkan semangat baru (16:20)

#42
Semangat itu serumun dengan iman. Bahkan tak hanya serumpun. Karena iman adalah sumber semuanya, termasuk sumber semangat. Ya, semangat itu kadang naik kadag turun. Tak stabil. Kadang menggelora, kadang redup. Kalau ditanya tentunya inginnya semangat itu selalu berada di level atas. Namun sunnatullohnya tak begitu (22 :14)

#43
Jangan fokus dengan kelemahan kita. Tapi eksplorlah kemampuan kita. Optimislah. Fokus pada satu hal. Jangan semua-muanya dilahab, pada satu waktu. Nanti kita hanya akan banyak tahu, tapi tak tahu banyak (08:04)

#44
Memiliki waktu yang longgar, tidak menjamin kesuksesan seseorang dan keberhasilan dia untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Poin yang tepat adalah bagaimana kemudian kesuksesan itu didapatkan dari kelihaian seseorang memanfaatkan wakt. Meskipun ia hanya memiliki sedikit waktu tersisa tapi dia bisa mengoptimalkannya. Itulah jaminan kesuksesan. (17:53)

#45
Ada satu dzat yang memergilirkan masa, memperjalankan awan, mendengar keluh kesah, rintihan hati, mengeahui isi hati, membaa pikiran, mentakdirkan keberadaan seseorang pada satu tempat dan waktu, mempertemukan, dan memisahkan… ya Dialah Rabb, Tuhan Semesta Alam, Alloh swt. Tiada daya dan kekuatan melainkan hanya Dia, Alloh Yang Maha segalanya (17:51)

#46
Mencari ketenangan dengan senantiasa mengeluhkan padaNya, apa yang bisa dan tak bisa untuk dilakukan. Apa yang telah diperoleh, apa yang gagal diraih… semua-muanya. Tumpahkan itu padaNya. Alloh akan menjawab semuanya. Dia tidak tidur, Maha Mendengar (12:29)

#47
Mempertanyakan ulang kenapa kita melakukan hal ini dan itu… Bahwasanya kita kembali menengok peranan kita sebagai manusia di bumi. Ya, bahwasanya peran manusia di dunia adalah (1) sebagai khalifah (2) ibadah (3) dakwah (22:38)

#48
Bahwa yakinlah, rizki itu tak akan tertukar. Alloh swt sudah menetapkan rizki bagi hambaNya masing-masing.. Tak perlu risau, tak perlu galau, tak perlu iiri, dengki. Tenanglah. Semuanya suda diatur olehNya.  Tinggal kita jemput saja. Dengan ikhtiar-ikhtiar semampu kita. Menjemput rizki pun dengan kembali meluruskan niat. Rizki yang kita beroleh bukan untuk kita banggakan, itu hanya sarana saja. Sarana untuk kita menggapai akhir yang baik di akhirat (06 : 05)

#49
Alloh yang Maha Luas Rizkinya. Tinggal bagaimana kita bermunajat; meminta kelapangan rizki padaNya. Insya Alloh Dia akan berikan. (19 :54)

#50

Masa muda adalah masa untuk semangat mencoba. Mencoba untuk belajar. (19:53)

10 Catatan Waktu #4

#31
Baru kemarin pagi aku beroleh ilmu baru tentang 2 golongan orang yang tidak bisa menerima ayat qur’an. Naudzubillahimindzalik, semoga tidak termasuk di dalamnya. Bahwasanya golongan pertama adalah golongan orang kafir. Golongan kedua, adalah orang munafik.
(07 : 49)

#32
Bermimpilah dengan idealisme yang kalian miliki. Kemudian eksekusilah. Jangan biarkan idealisme sekaligus ideologi kalian lunturoleh keadaan di sekeliling kalian… (12 :19)

#33
Lupa itu nikmat… Betapa tidak? Kita bisa melupakan kesalahan orang lain… Tak mengungkit-ungkitnya lagi. Coba bayangkan ketika manusia tak memiliki penyakit lupa? Pastilah ia akan selalu mengingat kesalahan orang lain yang dilakukan padanya. Menyiksa bukan? Jadi mari syukuri nikmat lupa yang kita miliki. (06 :49)

#34
Dalam hidup itu pasti ada permasalahan. Kembalikan permasalahan itu kepada Alloh swt. Alloh yang memberikan masalah, tentulah Dia pula yang punya solusinya. Masalah yang Alloh berikan pastilah sudah sepaket dengan solusinya. (21:20)

#35
Hakikat kebahagiaan adalah manakala kita mau mebagi kebahagiaan kita kepada orang lain (21 :30)

#36
Kebahagiaan itu ada di tangan kita. Kita sendiri yang menetukan kebahagiaan kita. Anthony robbin dalam bukunya awaken the giant Within “Kebahagiaan itu penting. Jika anda tak bisa membuat hidup sendiri bahagia, tak seorang pun mampu membuat anda bahagia. Dan jika anda berpikirpositif, kebahagiaan tak sekadar menjadi impian tapi menjadi sebuah kemungkinan dalam hidup anda” (12:10)

#37
Jangan biarkan rasa traumatik di masa lampau menjadi kendala untuk melangkah, menatap masa depan. Cukuplah itu menjadi pelajaran bagi kita untuk menjadi orang yang lebih bijak dalam menyikapi kehidupan yang terus berjalan (12;14)

#38
Integritas itu yang utama. Terus perjuangkan itu. Yang berharga itu prosesnya bukan sekadar hasil (12:20)

#39
Kesuksesan menurut hendri adalah kesuksesan secara spiritual. Bahwa oang yang sukses harus lebih banyak mendedikasikan waktu dan buah kesuksesannya untuk hal-hal religius dan kemanusiaan. Bahwa sukses adalah dengan membagi ilmu sehingga orang lain dapat mengikuti jejaknya (12:18)

#40
Bahwa hidup senantiasa dijadikan lahan untuk belajar. Tiap harinya perlu mengupgrade pemahaman dan konsep diri untuk membuat diri semaikn dewasa. Emm, tak usah muluk-muluk. Cukup satu konsep, sau pemahaman, kemudian aplikasikan dan istiqomah. Melangkah pelan untuk semakin memperbaiki diri.
(16:21)


10 Catatan Waktu #3

#21
Dalam kehidupan, manusia pasti akan melewati fase-fase yang berbeda. Ya, aku merasa juga begitu. Entahlah, aku pikir mungkin Alloh sedang memberikan pembelajaran-pembelajaran yang lain agar aku bisa semakin lebih baik. Karena untuk menjadi orang yang lebih baik, butuh proses. Tak bisa instan. Dan ku pikir fase-fase yang kita lalui saat ini adalah sebuah proses.
(06 :19)

#22
Bahwa hakikatnya hasil dari apa yang kita lakukan itu tak ada apa-apanya dibandingkan dengan proses yang kita lalui. Karena proses itu telah membelajarkan kita banyak hal. Sedangkan hasil? Ah, memang manusia seringkali terjebak denga paradigma melakukan ini itu untuk beroleh hasil yang memuaskan. Tapi justru pada prosesnya, seringkali manusia terjebak pada jalan-jalan yang berbelok demi mendapatkan hasil. Bisa jadi proses-proses yang dijalani sudah mendzalimi yang lain. Proses yang dijalani sudah mengubah niatan awal; dari niat mulia menjadi niat karena eksistensi; duniawi. Oh… beginikah manusia?
(06 :24)

#23
Kita berdakwah itu bukan  untuk mendapatkan pengikut. Hakikatnya dakwah adalah menyampaikan haq; mencegah kebatilan. Seringkali kita sebagai da’I ingin menyerah; berputus asa, ketika apa yang kita lakukan bertahun-tahun (yang menurutku kita itu adalah waktu yang lama) tidak berefek sama sekali dengan objek dakwah yang ada di sekeliling kita. Ingin kita beralih; berpindah; berhenti. Lah, mau gimana lagi? Tapi lagi-lagi teringat dengan apa yang telah dilakukan Nabi Nuh. Beliau yang berdakwah ratusan tahun; 900an tahun… dan hanya mendapatkan 80 pengikut… Bahkan beliau adalah seorang Nabi. Beliau berdakwah siang malam, tanpa henti. Sedangkan kita? Ya, lagi-lagi, inilah kesombongan manusia. Merasa perjuangan kita sudah sebegitu hebatnya; dan ketika mendapatkan ketidaksesuaian dengan harapan; ingin berputus asa, menyerah… Astaghfirullohal’adzim…
(06 : 28)

#24
Seperti air hujan yang menetes di jendela kaca bis yang aku tumpangi. Setiap tetesan membentuk alurnya masing-masing dari bagian atas hingga bagian bawah jendela kaca bis. Menetes perlahan, perlahan, kemudian semakin cepat menyisakan titik-titik kecil pada dinding kaca. Ini adalah sebuah jalan untuk menyampaikan pesan awan ke bumi. Jalan untuk mengatarkan titik air dari langit kembali ke bumi.
(06 :32)

#25
Hmmm, beginilah hidup. Heterogen. Tak sama. Kulihat mobil-mobil mewah yang berlalu lalang di sepanjang jalan menuju RS. Sarjito. Luar biasa. Perkembangan intensitas pemilik mobil begitu banyaknya. Akankah dunia nantinya disesaki dengan keberadaan mobil di setiap sudut jalan? Entahlah! Kutemui pemandangan yang berbeda, berbeda dari deretan mobil di depan motor yang aku kendarai. Tak jauh dari mataku memandang. Seorang bapak yang sedang menggeret gerobak, warna kuning. Jelas, bukan warna kuning bersih. Sudah penuh noda lumpur di sana-sini. Bahkan mungkin sedikit berkarat. Seorang bapak pemulung sampah, kawan! Subhanalloh, bapak yang berjuang hidup untuk diri dan keluarganya dengan memunguti sampah.
(06 :34)

#26
Sebuah kebaikan akan berbuah optimal ketika dilandasi dengan niat ikhlas. Tentu! Tapi ketika hanya niat ikhlas, tanpa modal, apalah artinya. Debu. 
(06 :35)

#27
Alangkah indahnya, ketika diri ini selalu meniatkan akhirat untuk semua hal. Tak ada prasangka; semuanya lillah. Menjalaninya dengan penuh kesyukuran; tanpa beban. Tapi terlalu sering keimanan berada pada puncak bawah kurva.  Iman melemah. #Astaghfirulloh
(06 :36)

#28
Ini adalah tentang ukhuwah. Hari ini aku belajar tentang itu. Bahwa ternyata ukhuwah adalah barang yang mahal. Tak ternilai oleh materi. Ukhuwah, mengikatkan hati yang satu dengan hati yang lain. Ya, memang. Ini adalah perkara ikatan hati. Tak hanya sekedar ikatan fisik
. Karenanya ada hak-hak yang perlu ditunaikan di sana. Dan terkadang, hak itu khilaf untuk ditunaikan. Bukan apa-apa, memang karena masing-masing punya egoisme ghirah amanah. Egoisme itu bukan satu hal yang salah. Bukan. Hanya saja di tengah-tengah aktivitas yang begitu luar biasa itu, luangkanlah meskipun hanya satu jam dua jam untuk itu. Menunaikan hak ukhuwah.
(06 :38)

# 29
Mendapat pencerahan dari ustdaz pengisi tarwih… Beliau sampaikan, bahwasanya semangat para sahabat Nabi dahulu tentang ibadah-ibadah mereka. Adalah, “Biarkan surga yang mendekat kepada saya. Bukan saya yang mendekat ke surga”. Subhanalloh… Bagaimana dengan diri kita? Memang bukan pada perkara jenis amal apa yang kita lakukan (sholat, tilawah, puasa, hafalan). Bukan pada jenisnya, tapi pada perkara semangat untuk mengambil peluang berbuat kebajikan. Orang beriman, maka ia tak akan menunda kebaikan sekecil apapun; ia tidak mencari celah untuk bisa menghindar dari melaksanakan apa yang Alloh perintahkan…
(06 : 47)

#30
Membaca bagaimana kondisi saudara-saudara di Mesir membuat air mata ingin terus menetes. Betapa tidak? Mereka tak bersalah, mereka hanya ingin meminta hak mereka; mengembalikan pemimpin mereka yang telah sah terpilih lewat demokrasi. Tak ada yang lain. Tapi pihak-pihak yang tak suka justru membantai mereka. Tak hanya laki-laki, anak kecil, bayi, wanita, pun diperlakukan demikian.
Ya Alloh, perjnuangan mereka sedemikian rupa. Bagaimana dengan aku di sini?
Seringkali rasa iri menyesakkan dada… Aku di sini seolah hanya melakukan hal-hal sepele; tak seperti mereka yang berjihad dengan penuh peluh; jiwa, dan raga mereka.

(08: 52) 

10 Catatan Waktu #2

#11
Alloh swt, Dzat tempat bergantung satu2nya.. Bukan kepada makhluk! Bukan...
Sehingga pun ketika kita ingin mengeluh, mengadu, meminta solusi.... ya, ke Alloh saja. Dia Yang Menghendaki apa-apa yang terjadi pada diri kita, Dia Yang Mengirimkan "masalah", "ujian" pada kita... Pasti Dia juga yang memiliki solusi. 

Justru seringkali rasa sebal itu hadir ketika kita berharap pada makhluk. Berharap agar si dia bisa membantuku, agar si dia bisa selalu membersamaiku. Tapi ketika kenyataan itu seringkali tak sejalan dengan harapan kita. Dan pada akhirnya, kita tahu hakikatnya. Bahwa memang kita tak boleh terlalu berharap pada makhluk. Ada Dia yang sebenarnya menanti pengharapan kita.
(16:12)


#12
Belajar keikhlasan itu butuh proses...
Gak bisa sekejap begitu saja,,,
Tapi bukan berarti gak bisa,, 
tetap optimis, pasti bisa deh...
Ya, dunia itu hanya sementara; tak sampai terhitung satu hari di akhirat. Ketika ini menjadi sudut pandang, mungkin keikhlasan itu akan mulai bersemi pelan, bertahap...
(17 :52)

#13
Berkontribusi dengan apa yang kita punya, apa yang kita bisa, apa yang kita merasa mampu, apa yang ingin kita lakukan.Tak usah pada titik memaksa diri melakukan sesuatu yang tak ingin dan tak bisa kita lakukan,kecuali kita memang ingin belajar untuk bisa melakukan itu. Kembali kepada “passion” kita, untuk berkontribusi. “Passion”, hal yang memang kita suka, memang kita bisa,,
(16:13)

#14
Alangkah indahnya, ketika diri ini selalu meniatkan akhirat untuk semua hal. Tak ada prasangka; semuanya lillah. Menjalaninya dengan penuh kesyukuran; tanpa beban. Tapi terlalu sering keimanan berada pada puncak bawah kurva. Iman melemah. #Astaghfirulloh
(16:13)

#15
Sabar. Sabar itu butuh pembelajaran. Cepat itu baik, tapi lama itu bukanberarti tidak baik. Mungkin membosankan, tapi kalau kau gunakan, akan mematangkan.
(16:13)

#16
Pesan yang aku dapatkan dari seorang dosen, yang telah menginspirasiku. “Selepas kalian telah usai dari bangku kuliah, maka mengabdilah untuk pendidikan. Tak usah kau hiraukan seberapa banyak gaji yang kalian dapatkan. Tapi yakinlah ketika, niat kalian lurus maka kalian akan dapatkan sesuatu yang lebih.“  Yap, tepat. Toh dunia, bukan selamanya kan? Alloh swt, rasul, dan orang-orang beriman akan melihat kesungguhan usaha kita. Tak usah berharap mendapatkan sesuatu yang besar; dengan ketulusan niat kita insya Alloh, ingin mengabdi untuk Alloh, maka sesuatu yang besar itu akan datang dengan sendirinya. 
(16:13)

#17
“Melakukan sesuatu dengan hati. Coba dengarkan apa kata hatimu.” Sebuah kalimat yang sedikit menohokku. Bahkan tak hanya sedikit, sangat, bahkan. Akhir-akhir ini aku sering merenungi tentang kehidupan yang selama ini aku jalani. Dan kalimat yang barusan itu terlontar dari mulut kawanku, dan bagiku kalimat itu cukup merangkum dari renunganku. Selama ini, aku memang merasa aku seolah tak menikmati hidup. Aku melakukan ini itu, bukan karena itu memang kata hatiku, tapi itu lebih karena peluang yang aku ambil dengan kondisiku yang ada padaku selama ini. Semua-muanya aku lakukan, selama aku sanggup untuk itu. Sehingga seringkali ketika hatiku menolak, aku tak meresponnya. Aku tetap menjalaninya, dan berusaha, ya berusaha untuk menyukainya; bukan karena aku memang menyukainya. Hmm, lagi-lagi belajar tentang kehidupan… cobalah kau dengarkan hatimu berbicara.
(16:14)

#18
Menjadi sebuah perenungan. Hakikat kita sebagai manusia. Kenapakah kita diciptakan di dunia. Alloh bilang, segala sesuatu yang ia ciptakan tak ada yang sia-sia. Termasuk diri kita. Ada peran-peran yang harusnya kita miliki. Sebagai khalifah fil’ardh itu yang sudah semestinya. Seperti yang telah Alloh firmankan dalam ayat suci-Nya ketika berdialog dengan para malaikat. Ketika itu, malaikat begitu merasa khawatir; “Ya Alloh kenapa Engkau hendak ciptakan makhluk yang akan membuat kerusakan? Menumpahkan darah?” Lalu Alloh berfirman, “Aku jauh lebih mengetahui akan semua hal, dan engkau tidak mengetahui.” Ya beginilah, apa yang telah Alloh inginkan untuk kita. Lalu sudah sejauh manakah peranan kita ketika kita sudah menjalani putaran waktu hingga detik ini? Ya, perlu kembali bermuhasabah diri. Jangan-jangan justru banyak kemudharatan yang telah mewarnai aktivitas keseharian kita dibandingkan dengan hakikat kita seharusnya menjadi manusia.
(5:59)

#19
Penyakit hati itu munculnya seringkali tak terduga. Tapi kemunculannya itu seringkali tak disadari. Tau-tau, ia sudah berdomisili di hati. Uh… ini menyebalkan. Dari penyakit hatilah, seolah apa-apa yang kita lakukan menjadi sia-sia ; berkurang nilainya. Coba kau bayangkan, harusnya kita bisa dapatkan nilai 100 untuk satu hal yang telah kita lakukan. Namun, karena efek penyakit hati bisa jadi nilai itu menjadi 50, atau bahkan hanya beroleh nilai 0. Kita sudah berlelah-lelah untuk itu, tapi tak ada yang kita dapatkan. Hanya sebatas nilai dunia. Bukan nilai akhirat. Uh, penyakit hati ibaratnya noda-noda hitam yang mewarnai putihnya kain. Aku jadi ingat, satu doa yang selalu kita baca dalam setiap sholat. Doa iftitah, “Ya Allah,sucikanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagimana dibersihkan kain putih dari kotoran”. Penyakit hati memang sudah sepatutnya kita bersihkan. Reorientasi niat, inilah kuncinya. Pun memperbanyak istighfar dan memaknai sholat kita. Sudahkah kita berada pada titik itu? Kembali introspeksi…
(06 :10)

#20
Hmmm, berkhusnudzan kepada Alloh, atas apa-apa yang terjadi pada diri kita. Alloh itu Maha Tahu kok dengan kondisi diri kita. Yakin, selalu ada hikmah di balik apa yang terjadi dan menimpa diri kita. Tapi, lagi-lagi, ya memang, awalnya kita mungkin tak menerima, kenapa ini kenapa itu. Namun, mencoba bersabar atas apa yang menimpa kita; itu jauh lebih mulia. Jadi ingat, bukannya sabar itu pahalanya adalah surga? "Dan bersabarlah! Sesungguhnya Alloh beserta orang-orang yang sabar."(QS. Al-Anfal:46)
(06 :15)


10 Catatan Waktu #1

#1
Akan selalu ada hikmah di balik peristiwa. Ya, aku semakin memahami arti kalimat itu. Bahwasanya Alloh menakdirkan sesuatu; semua penuh perhitungan! Semua tak ada yang sia-sia.
(13:45)

#2
Manusia hanya bisa berikhtiar dan semua hasil ikhtiar kita, Alloh Yang Menentukan. Alloh yang Memiliki Kehendak, Alloh Yang Punya Otoritas. Manusia tak tahu apa yang jadi kehendak-Nya; manusia hanya bisa menjalani sebagai bentuk kesyukuran atas apa yang Dia berikan.
(16 :16)

#3
Aku mendapatkan ini dari kajian yang aku ikuti.. Tentang tafsir Al Mulk… Beberapa di antaranya adalah bahwasanya segala sesuatu yang terjadi pada manusia adalah kehendak Alloh. Segala sesuatu yang ada di alam diatur oleh Alloh, satu Dzat…
(16 :43)

#4
Tak usah berpikir untuk mendapatkan terima kasih dari orang lain; dari makhluk! Cukuplah lupakan itu dan Alloh yang akan memberikan balasan. Dan pastilah Alloh akan memberikan balasan dengan balasan yang lebih baik.
(11 :15)

#5
Sebenarnya masih banyak hal esensial yang perlu kita pikirkan, tak melulu pada perkara-perkara ego; individu kita. Coba tengok saudara-saudara yang ada di Mesir, Suriah, Palestin, dan saudara-saudara muslim di wilayah lainnya…

Aku tak bisa membayangkan bagaimana tumpah tuahnya perjuangan saudara2 di Mesir sana. Mendengar beritanya saja membuatku merinding; subhanalloh betapa "kerennya" perjuangan mereka. Ya, perjuangan untuk menegakkan yang 'haq'. 

Dan, koreksi kembali untuk diri ini: "ketika mereka di sana berjuan bersimpah peluh, luka, lalu apa yang sudah aku lakukan di sini? di negeri yang katanya begitu "tenang, tentram"? 
(11:15)

#6
Aku berpikir, nampaknya ketika bilangan usia semakin bertambah; maka semakin banyak pertimbangan yang harus dilakukan; menjadi semakin takut untuk melangkah, melakukan ini itu… Hmmm, berbeda dengan masa muda kemarin yang seolah tanpa pikir panjang melakukan ini itu. Aah, aku belum menemukan jawabannya. Tapi kupikir semakin dewasa, sudah seharusnya semakin bijak.
(11 :15)

#7
Beberapa waktu lalu aku sempet menyebar sms iseng ke temen2...
sms untuk menanyakan persepsi mereka tentang kedewasaan."menurut kalian dewasa itu kayak gimana sih?" 
ini dia jawaban temen2.. Ada yang bilang dewasa itu pandai menempatkan diri. Ada juga yang bilang dewasa itu selalu dapat mengambil hikmah dari setiap masalah. Dewasa itu bijak... gentle... Dewasa? Bisa memilah dan memilih serta bersikap.
Dewasa... bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuat dan menjadi tugasnya; dapat menghadapi masalah dengan semestinya; dapat menempatkan diri sesuai kondisi dan tentunyasudah matang dalam hal jiwa dan raga/ mental
Dewasa, udah bisa ngurus dirinya sendiri...
(08 :56)

#8
Ternyata,,, skarang aku tau kuncinya...
Memang banyak hal, banyak tuntutan yang harus kita penuhi...
Emm, tak usah dipikirkan seberapa banyaknya.. tapi just do it, kawan,,,
Tapi, kalau kemudian ada tawaran hal-hal lain yang kita diminta untuk melakukan,,, mnurutku,,,
perlu dipikir2 lagi; dipertimbangkan, jangan asal mengiyakan... 
nanti bikin PHP...
(05 :58)

#9
Alloh yang memberikan qt masalah,, dan Alloh pula yang akan ngasih kita solusi dr masalah itu,,,jadinya sepaket... jangan kuatir.. syukuri itu dan nikmati
(16:19)

#10
Rencana Alloh swt... itu bahkan tak terduga,,

apa yang menurut manusia itu tak mungkin... maka bagi Alloh itu sangat memungkinkan...
so, keep husnudzan sama Alloh . Alloh pasti akan memudahkan urusan hambaNya...
perkaranya adalah kita udah meminta ke Dia belum untuk memudahkan urusan qt?
(16:19)

Goresan pena #43

Ini adalah ceritaku tentang kondisiku saat ini. Ya, aku memang harus bersyukur. Alhamdulillah. Karena kondisi ini yang kemudian membelajarkanku banyak hal. Entahlah apa namanya. Aku gak paham. Tapi aku benar-benar pasrah; gak kuat tanpa Dia yang selalu menemani diriku dalam setiap langkah. Ya, Alloh. Alloh Yang Maha Segalanya. Maha Menguasai langit dan bumi; penguasa alam raya. Aku yakin Alloh tidak dhalim pada hambaNya. Alloh sedang mempersiapkan kado istimewa untukku. Bersabar; itu kuncinya. Bersabar fe; bersabar... Semangat :D

20.12.13; 16:04 @Medianet