#21
Dalam kehidupan, manusia pasti akan melewati
fase-fase yang berbeda. Ya, aku merasa juga begitu. Entahlah, aku pikir mungkin
Alloh sedang memberikan pembelajaran-pembelajaran yang lain agar aku bisa
semakin lebih baik. Karena untuk menjadi orang yang lebih baik, butuh proses.
Tak bisa instan. Dan ku pikir fase-fase yang kita lalui saat ini adalah sebuah
proses.
(06 :19)
#22
Bahwa hakikatnya hasil dari apa yang kita
lakukan itu tak ada apa-apanya dibandingkan dengan proses yang kita lalui.
Karena proses itu telah membelajarkan kita banyak hal. Sedangkan hasil? Ah, memang manusia seringkali terjebak
denga paradigma melakukan ini itu untuk beroleh hasil yang memuaskan. Tapi
justru pada prosesnya, seringkali manusia terjebak pada jalan-jalan yang
berbelok demi mendapatkan hasil. Bisa jadi proses-proses yang dijalani sudah
mendzalimi yang lain. Proses yang dijalani sudah mengubah niatan awal; dari
niat mulia menjadi niat karena eksistensi; duniawi. Oh… beginikah manusia?
(06 :24)
#23
Kita
berdakwah itu bukan untuk mendapatkan
pengikut. Hakikatnya dakwah adalah menyampaikan haq; mencegah kebatilan. Seringkali
kita sebagai da’I ingin menyerah; berputus asa, ketika apa yang kita lakukan
bertahun-tahun (yang menurutku kita itu adalah waktu yang lama) tidak berefek
sama sekali dengan objek dakwah yang ada di sekeliling kita. Ingin kita
beralih; berpindah; berhenti. Lah,
mau gimana lagi? Tapi lagi-lagi teringat dengan apa yang telah dilakukan Nabi
Nuh. Beliau yang berdakwah ratusan tahun; 900an tahun… dan hanya mendapatkan 80
pengikut… Bahkan beliau adalah seorang Nabi. Beliau berdakwah siang malam,
tanpa henti. Sedangkan kita? Ya, lagi-lagi, inilah kesombongan manusia. Merasa
perjuangan kita sudah sebegitu hebatnya; dan ketika mendapatkan ketidaksesuaian
dengan harapan; ingin berputus asa, menyerah… Astaghfirullohal’adzim…
(06 : 28)
#24
Seperti air hujan yang menetes di jendela kaca
bis yang aku tumpangi. Setiap tetesan membentuk alurnya masing-masing dari
bagian atas hingga bagian bawah jendela kaca bis. Menetes perlahan, perlahan,
kemudian semakin cepat menyisakan titik-titik kecil pada dinding kaca. Ini adalah
sebuah jalan untuk menyampaikan pesan awan ke bumi. Jalan untuk mengatarkan
titik air dari langit kembali ke bumi.
(06 :32)
#25
Hmmm, beginilah hidup. Heterogen. Tak sama.
Kulihat mobil-mobil mewah yang berlalu lalang di sepanjang jalan menuju RS. Sarjito.
Luar biasa. Perkembangan intensitas pemilik mobil begitu banyaknya. Akankah
dunia nantinya disesaki dengan keberadaan mobil di setiap sudut jalan?
Entahlah! Kutemui pemandangan yang berbeda, berbeda dari deretan mobil di depan
motor yang aku kendarai. Tak jauh dari mataku memandang. Seorang bapak yang
sedang menggeret gerobak, warna kuning. Jelas, bukan warna kuning bersih. Sudah
penuh noda lumpur di sana-sini. Bahkan mungkin sedikit berkarat. Seorang bapak
pemulung sampah, kawan! Subhanalloh, bapak yang berjuang hidup untuk diri dan
keluarganya dengan memunguti sampah.
(06 :34)
#26
Sebuah kebaikan akan berbuah optimal ketika
dilandasi dengan niat ikhlas. Tentu! Tapi ketika hanya niat ikhlas, tanpa
modal, apalah artinya. Debu.
(06 :35)
#27
Alangkah indahnya, ketika diri ini selalu
meniatkan akhirat untuk semua hal. Tak ada prasangka; semuanya lillah.
Menjalaninya dengan penuh kesyukuran; tanpa beban. Tapi terlalu sering keimanan
berada pada puncak bawah kurva. Iman melemah. #Astaghfirulloh
(06 :36)
#28
Ini adalah tentang ukhuwah. Hari ini aku belajar tentang itu. Bahwa ternyata ukhuwah adalah barang yang mahal. Tak ternilai oleh materi. Ukhuwah, mengikatkan hati yang satu dengan hati yang lain. Ya, memang. Ini adalah perkara ikatan hati. Tak hanya sekedar ikatan fisik. Karenanya ada hak-hak yang perlu ditunaikan di sana. Dan terkadang, hak itu khilaf untuk ditunaikan. Bukan apa-apa, memang karena masing-masing punya egoisme ghirah amanah. Egoisme itu bukan satu hal yang salah. Bukan. Hanya saja di tengah-tengah aktivitas yang begitu luar biasa itu, luangkanlah meskipun hanya satu jam dua jam untuk itu. Menunaikan hak ukhuwah.
Ini adalah tentang ukhuwah. Hari ini aku belajar tentang itu. Bahwa ternyata ukhuwah adalah barang yang mahal. Tak ternilai oleh materi. Ukhuwah, mengikatkan hati yang satu dengan hati yang lain. Ya, memang. Ini adalah perkara ikatan hati. Tak hanya sekedar ikatan fisik. Karenanya ada hak-hak yang perlu ditunaikan di sana. Dan terkadang, hak itu khilaf untuk ditunaikan. Bukan apa-apa, memang karena masing-masing punya egoisme ghirah amanah. Egoisme itu bukan satu hal yang salah. Bukan. Hanya saja di tengah-tengah aktivitas yang begitu luar biasa itu, luangkanlah meskipun hanya satu jam dua jam untuk itu. Menunaikan hak ukhuwah.
(06 :38)
# 29
Mendapat pencerahan dari ustdaz pengisi
tarwih… Beliau sampaikan, bahwasanya semangat para sahabat Nabi dahulu tentang
ibadah-ibadah mereka. Adalah, “Biarkan surga yang mendekat kepada saya. Bukan
saya yang mendekat ke surga”. Subhanalloh…
Bagaimana dengan diri kita? Memang bukan pada perkara jenis amal apa yang
kita lakukan (sholat, tilawah, puasa, hafalan). Bukan pada jenisnya, tapi pada
perkara semangat untuk mengambil peluang berbuat kebajikan. Orang beriman, maka
ia tak akan menunda kebaikan sekecil apapun; ia tidak mencari celah untuk bisa
menghindar dari melaksanakan apa yang Alloh perintahkan…
(06 : 47)
#30
Membaca bagaimana kondisi saudara-saudara di
Mesir membuat air mata ingin terus menetes. Betapa tidak? Mereka tak bersalah,
mereka hanya ingin meminta hak mereka; mengembalikan pemimpin mereka yang telah
sah terpilih lewat demokrasi. Tak ada yang lain. Tapi pihak-pihak yang tak suka
justru membantai mereka. Tak hanya laki-laki, anak kecil, bayi, wanita, pun
diperlakukan demikian.
Ya Alloh, perjnuangan mereka sedemikian rupa.
Bagaimana dengan aku di sini?
Seringkali rasa iri menyesakkan dada… Aku di
sini seolah hanya melakukan hal-hal sepele; tak seperti mereka yang berjihad
dengan penuh peluh; jiwa, dan raga mereka.
(08: 52)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar