Lagi, lagi, dan lagi. Entahlah sepertinya Alloh
swt sedang menuntunku pada satu jalan. Ya, jalan hidup yang nantinya akan aku
lalui. Jalan yang mengantarkanku menuju masa depanku; aku ingin menjadi orang
seperti apa.
Aku memang baru pada fase
kegalauan, kebimbangan, kekhawatiran, ketidakpastian. Aku masih
berada pada persimpangan jalan. Ada banyak jalan terbentang di hadapanku. Tapi, aku masih bingung akan
melangkahkan kakiku ke arah mana. Terus terang. Bagiku semua jalan masih
dipenuhi dengan kabut pagi yang membuatku tak bisa menatap apa-apa yang
terbentang di semua jalan itu. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas; bahkan
samar-samar terlihat pun tidak. Ah, begitu misteri bagiku. Aku tak bisa
menebak; meraba-raba.
Tapi, hidup tak boleh
berhenti sampai di persimpangan. Aku jadi tahu makna; arti pepatah, bahwa hidup
adalah pilihan. Dan sekarang aku mengalaminya. Ya, aku mengalami. Dan aku harus
memilih. Aku tak mungkin pada keadaan seperti ini terus menerus; bimbang dan
galau. Tak boleh. Roda kehidupan terus berputar. Bergegas untuk menentukan.
Passion; ya passion. Itu
kuncinya. Itu jawabannya. Jawaban yang kemudian akan menuntunku memilih satu
jalan yang tegas bagiku. Jalan yang akan mengarahkan pada masa depanku Passion; adalah satu hal yang bikin
hidupmu lebih hidup. Satu hal yang ketika kamu jalani kau akan rasakan
kenyamanan di sana. Passion; satu hal
yang kamu ingin berjuang mati-matian untuk itu. Satu hal yang bahkan kau rela
tak mendapatkan apapun; tapi yang kau dapatkan adalah kepuasan. Passion; satu hal yang kamu memang bisa
lakukan itu dan kau akan jadi dirimu ("Inilah aku") ketika kau jalani
itu.
21 tahun memang waktu yang
lama; ya kau hitung saja. 1 tahun katakanlah ada 365 hari; kalikan saja dengan
angka 21. Kalau dalam hitungan jam maka kau perlu kalikan lagi dengan angka 24.
Apalagi dalam hitungan yang lebih kecil dari itu; hitungan menit bahkan sekon. Dan kau tahu? Di umur 21
itulah baru aku temukan satu hal yang memang menjadi passionku. Ya, setelah
kujalani semua hal yang ingin aku jalani; ingin aku coba; ingin aku lakukan.
Aku ingin ini, ingin itu. Berusaha keras untuk memperoleh semuanya. Tapi
ternyata tak semua yang bisa aku lakukan; apa yang telah aku coba lakukan; tak
semuanya aku rasakan kenyamanan. Ya, meskipun semua bisa aku lakukan. Dan
akhirnya baru tahulah aku satu hal yang memang menjadi passionku di umur yang segitu. Dan lagi-lagi aku menyimpulkan;
begitulah arti dari kalimat masa muda masa untuk mencoba.
Terkadang aku berpikir... apakah di bilangan usia
itu adalah
waktu yang terlalu terlambat untuk tahu sebenar-benarnya passionku apa. Terkadang iri melihat bahwa ada orang-orang yang
telah menemukan passionnya jauh lebih
dulu. Tapi lagi-lagi kemudian aku berusaha menenangkan diri; tak ada kata
terlambat untuk melakukan sesuatu. Toh, daripada tidak sama
sekali bukan? Aah, asalkan pasca itu
kau lakukan semuanya totalitas; sungguh-sungguh, maka tak mengapa. Tinggal
lagi-lagi perlu meluruskan niat; apa gunanya melakukan itu. Yang terpenting
adalah niat ibadah; lillah; untukNya. Maka Alloh akan berikan jalan. Yakin,
kalau Alloh tak menilai dari sejak kapan kita melakukan semuanya sesuai
dengan passion kita. Yang Dia nilai adalah
niat-niat kita. Niat kebaikan beroleh pahala. Niat kejahatan belum dinilai
berdosa ketika belum jadi untuk dijalani.
Ah, lagi-lagi tentang passion. Belum tentu semua orang
mengerti tentang itu dan menyadarinya. Memang masa-masa 'kritis', masa-masa
'penentuan' akan dialami oleh setiap orang. Termasuk masa-masa untuk kemudian memilih
melakoni passion dengan segenap 'tantangan' atau berada
pada zona 'nyaman'; mencari titik aman.
Dan pada akhirnya kali ini
ketika aku berada pada persimpangan jalan; maka kupilih jalan yang menantang;
keluar dari zona nyaman. Mengikuti apa yang menjadi kata hati. Karena aku suka
dengan itu, aku nyaman dengan itu. Meskipun aku tahu; itu berat. Penuh
dengan ketidakpastian; kekhawatiran; ketakutan. Tapi aku ingat, aku punya
Alloh. Dan lagi, lagi, kuserahkan semua padaNya. Meminta pendapatNya,
memantapkan diri dengan berkonsultasi padaNya; meminta ridho-Nya. Alloh, Dia tidak
tidur, Dia maha mengetahui, Dia maha melihat, Dia tahu bagaimana pengorbananku,
perjuanganku, dan Dia tak akan membiarkan ini si-sia. Dia akan berikan jalan, Dia
akan berikan petunjuk dan kemudahan.
***
Aku terlahir dari keluarga
yang biasa-biasa saja. Kalangan menengah ke bawah. Aku anak pertama dan adikku ada tiga orang. Yah,
tahulah dengan kemampuan ekonomi orang tua yang pas-pasan, maka sedari kecil aku telah
dibiasakan untuk hidup 'prihatin". Ya, sejak SD. Aku tak pernah diberi uang saku kecuali
kalau ada jadwal
olahraga. Masa SMP
pun demikian. Aku tak pernah dikasih uang saku kecuali kalau ada jadwal olahraga dan
kegiatan sampai sore. Masa SMA; aku ngekos dan lagi-lagi aku hanya diberikan jatah
4000-5000 rupaiah perhari
untuk mencukupi semua kebutuhanku; makan, pulsa, perlengkapan sekolah, dan
pernak perniknya. Bayangkan saja. Dan di masa kuliah, alhamdulillah ada
kenaikan “gaji” per harinya. Aku diberikan
jatah 6000 rupiah per hari, tapi itu pun sama saja. Untuk mencukupi semua keperluan. Aah, kalau diperhitungkan dengan detail
dari masa itu hingga kini; tanpa nikmat; karunia, dan rizki Alloh, maka itu tak
akan cukup. Tapi lagi-lagi Alloh Maha baik, Maha mencukupi, maka semuanya
tercukupi bahkan hingga detik ini. Aku masih bisa makan, masih bisa ke sana-sini meskipun serba dengan
keterbatasan; ngos-ngosan.
Tapi... aku akhirnya banyak
belajar dari ini semua. Keadaan inilah yang membuatku menjadi berpkir kreatif;
mencoba segala hal; mencari peluang; ilmu; pengalaman: relasi karena kondisi
yang 'kepepet' itu. Dan memang aku sudah dibiasakan itu sedari kecil. Aku ingat sekali, waktu
itu aku
kelas 2 SD. Aku
diminta orang tuaku utuk berjualan ‘kering’ di sekolah; waktu itu aku jual harga
50 dan 100 rupiah. Kelas 4 SD, aku diminta jualan manisan dan arem-arem. Belum lagi di masa-masa
itu aku diajak orang tuaku ke pasar dan membantu jualan aneka
dagangan; timun, sawi; semangka; melon; kacang panjang; cabai; ya aneka hasil bumi.
Kelas 6 aku berinistaif untuk membuat arem-arem sendiri dan menjualnya ke
teman-teman kelas. SMP, aku diminta utuk menitipkan makanan 'kering' ke kantin
sekolah. SMA, aku berdagang aneka jenis produk. Dari produk yang aku buat
sendiri; gorengan, pastel; camilan yang dibungkus 500an, produk chocholatos, gerry, rechese. Aah.. aku sampai susah mengingatnya. dan
masih lagi, ketika aku duduk di bangku kuliah, usaha jajanan 500an masih aku
tekuni ditambah dengan jualan jajanan pasar. jualan pulsa, tupperware, legging,
jilbab, yogurt. Jadi reseller. Dan ketika mengingatnya... membuatku semacam
bernostalgia dengan pengalaman jualanku di kelas-kelas, menawarkan jualan dagangan ke guru,
dosen; jualan keliling.
Tak cukup dengan
pengalaman berbisnis saja; aku pun mencoba peluang-peluang lain; mengikuti even
lomba nulis; olimpiade. Ngajar privat anak SD, SMP, SMA. Pokoknya peluang
apapun yang mendatangkan profit buatku; untuk melanjutkan roda kehidupanku.
Yah, aku memang dibelajarkan pada kondisi ‘kepepet’. Uang hidup per hari hanya dapat
jatah Rp 4000, sewaktu SMA dan naik sedikit ketika kuliah; Rp 6.000/hari. Aah, rasanya begitu menyedihkan memang.
Tapi aku mengambil hikmah positifnya, bahwasanya pada kondisi yang demikian ini
aku dibelajarkan dengan banyak hal. Berat memang ketika menjalaninya. Tapi aku
yakin Alloh swt sedang mentarbiyahku untuk menjadi pribadi yang tahan banting
pada kondisi apapun. Aku bersyukur untuk itu.
Dan benar saja, dengan
kondisi yang demikian toh pada akhirnya aku masih bisa bertahan hidup hingga
saat ini. Sampai pada titik aku lulus kuliah. Aku bisa merampungkan semuanya;
meskipun memang penuh aral melintang di perjalanannya. Tak cuma itu saja sih; dan akhirnya aku pun punya banyak
saudara; relasi, dan beberapa sertifikat serta trophy. Lagi-lagi aku harus bersyukur
untuk itu.
***
Tapi hidup tak berhenti
hanya sampai di situ. Aku masih harus menjalani kehidupanku selanjutnya. Di usiaku
yang berbilang 21 tahun ini, dan selanjutnya, ketika aku masih dikaruniakan
umur. Menjalani kehidupan, untuk mencetak prestasi-prestasi kebaikan; mencetak
prestasi-prestasi untuk kehidupan sebenar-benarnya, “akhirat” Ya, menjadi
sebaik-baik pribadi; bisa memberikan banyak kontribusi untuk orang lain.
Di tengah
kesamar-samaran persimpangan jalan itu, ketika kabut pagi masih menutupi
pandangan mataku di jalan masa depan, maka kemudian aku membuat keputusan. Sebuah
keputusan yang menurutku itu beresiko. Keputusan yang telah berkonsultasi pada
diri sendiri; mengikuti kata hati dengan meminta kemantapan padaNya. Aku
membuat keputusan besar dalam hidupku; mengambil jalan yang sesuai dengan passionku; berbisnis. Memang, aku punya
cita-cita untuk menjadi pengusaha besar; meskipun itu tak selinear dengan
sejarah studiku. Setelah menimbang-nimbang, mencari pencerahan, dan masih
dengan dihantui perasaan takut dan khawatir, maka sampai saat ini aku curahkan
semua waktuku untuk berbisnis; mewujudkan mimpi menjadi pengusaha.
SO’JAIM, adalah
bisnisku yang ‘kalau tak salah aku menghitungnya’ ini adalah bisnisku yang
ke-15 kalinya. Dan aku telah mengalami kegagalan pada bisnis-bisnis sebelumnya.
Aku telah bertekad bahwasanya pada bisnis yang ke-15 ini, aku harus berhasil.
Meskipun aku tahu ini tak mudah; butuh perjuangan, pengorbanan, totalitas!
Seperti yang telah aku alami di masa sebelumnya, di tengah-tengah keterbatasan,
tapi aku yakin pasti semua bisa terlampaui. Ya, keyakinan yang bermula dari
niat yang baik dan mulia; maka insya Alloh, Alloh akan memberikan jalan, Alloh
akan membantu mewujudkan mimpiku. Aamiin.
Di tengah harap, di saat keraguan
masih melanda, mengambil sebuah keputusan tentang masa depan; keluar dari zona
yang nyaman
26 November 2013 (13 : 50) @So’jaim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar