Jumat, 20 Desember 2013

Sebuah Keputusan tentang Masa Depan


Lagi, lagi, dan lagi. Entahlah sepertinya Alloh swt sedang menuntunku pada satu jalan. Ya, jalan hidup yang nantinya akan aku lalui. Jalan yang mengantarkanku menuju masa depanku; aku ingin menjadi orang seperti apa.

Aku memang baru pada fase kegalauan, kebimbangan, kekhawatiran, ketidakpastian. Aku masih berada pada persimpangan jalan. Ada banyak jalan terbentang di hadapanku. Tapi, aku masih bingung akan melangkahkan kakiku ke arah mana. Terus terang. Bagiku semua jalan masih dipenuhi dengan kabut pagi yang membuatku tak bisa menatap apa-apa yang terbentang di semua jalan itu. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas; bahkan samar-samar terlihat pun tidak. Ah, begitu misteri bagiku. Aku tak bisa menebak; meraba-raba.

Tapi, hidup tak boleh berhenti sampai di persimpangan. Aku jadi tahu makna; arti pepatah, bahwa hidup adalah pilihan. Dan sekarang aku mengalaminya. Ya, aku mengalami. Dan aku harus memilih. Aku tak mungkin pada keadaan seperti ini terus menerus; bimbang dan galau. Tak boleh. Roda kehidupan terus berputar. Bergegas untuk menentukan.

Passion; ya passion. Itu kuncinya. Itu jawabannya. Jawaban yang kemudian akan menuntunku memilih satu jalan yang tegas bagiku. Jalan yang akan mengarahkan pada masa depanku Passion; adalah satu hal yang bikin hidupmu lebih hidup. Satu hal yang ketika kamu jalani kau akan rasakan kenyamanan di sana. Passion; satu hal yang kamu ingin berjuang mati-matian untuk itu. Satu hal yang bahkan kau rela tak mendapatkan apapun; tapi yang kau dapatkan adalah kepuasan. Passion; satu hal yang kamu memang bisa lakukan itu dan kau akan jadi dirimu ("Inilah aku") ketika kau jalani itu.

21 tahun memang waktu yang lama; ya kau hitung saja. 1 tahun katakanlah ada 365 hari; kalikan saja dengan angka 21. Kalau dalam hitungan jam maka kau perlu kalikan lagi dengan angka 24. Apalagi dalam hitungan yang lebih kecil dari itu; hitungan menit bahkan sekon. Dan kau tahu? Di umur 21 itulah baru aku temukan satu hal yang memang menjadi passionku. Ya, setelah kujalani semua hal yang ingin aku jalani; ingin aku coba; ingin aku lakukan. Aku ingin ini, ingin itu. Berusaha keras untuk memperoleh semuanya. Tapi ternyata tak semua yang bisa aku lakukan; apa yang telah aku coba lakukan; tak semuanya aku rasakan kenyamanan. Ya, meskipun semua bisa aku lakukan. Dan akhirnya baru tahulah aku satu hal yang memang menjadi passionku di umur yang segitu. Dan lagi-lagi aku menyimpulkan; begitulah arti dari kalimat masa muda masa untuk mencoba.

Terkadang aku berpikir... apakah di bilangan usia itu adalah waktu yang terlalu terlambat untuk tahu sebenar-benarnya passionku apa. Terkadang iri melihat bahwa ada orang-orang yang telah menemukan passionnya jauh lebih dulu. Tapi lagi-lagi kemudian aku berusaha menenangkan diri; tak ada kata terlambat untuk melakukan sesuatu. Toh, daripada tidak sama sekali bukan? Aah, asalkan pasca itu kau lakukan semuanya totalitas; sungguh-sungguh, maka tak mengapa. Tinggal lagi-lagi perlu meluruskan niat; apa gunanya melakukan itu. Yang terpenting adalah niat ibadah; lillah; untukNya. Maka Alloh akan berikan jalan. Yakin, kalau Alloh tak menilai dari sejak kapan kita melakukan semuanya sesuai dengan passion kita. Yang Dia nilai adalah niat-niat kita. Niat kebaikan beroleh pahala. Niat kejahatan belum dinilai berdosa ketika belum jadi untuk dijalani.

Ah, lagi-lagi tentang passion. Belum tentu semua orang mengerti tentang itu dan menyadarinya. Memang masa-masa 'kritis', masa-masa 'penentuan' akan dialami oleh setiap orang. Termasuk masa-masa untuk kemudian memilih melakoni passion dengan segenap 'tantangan' atau berada pada zona 'nyaman'; mencari titik aman.

Dan pada akhirnya kali ini ketika aku berada pada persimpangan jalan; maka kupilih jalan yang menantang; keluar dari zona nyaman. Mengikuti apa yang menjadi kata hati. Karena aku suka dengan itu, aku nyaman dengan itu. Meskipun aku tahu; itu berat. Penuh dengan ketidakpastian; kekhawatiran; ketakutan. Tapi aku ingat, aku punya Alloh. Dan lagi, lagi, kuserahkan semua padaNya. Meminta pendapatNya, memantapkan diri dengan berkonsultasi padaNya; meminta ridho-Nya. Alloh, Dia tidak tidur, Dia maha mengetahui, Dia maha melihat, Dia tahu bagaimana pengorbananku, perjuanganku, dan Dia tak akan membiarkan ini si-sia. Dia akan berikan jalan, Dia akan berikan petunjuk dan kemudahan.
***
Aku terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja. Kalangan menengah ke bawah. Aku anak pertama dan adikku ada tiga orang. Yah, tahulah dengan kemampuan ekonomi orang tua yang pas-pasan, maka sedari kecil aku telah dibiasakan untuk hidup 'prihatin". Ya, sejak SD. Aku tak pernah diberi uang saku kecuali kalau ada jadwal olahraga. Masa SMP pun demikian. Aku tak pernah dikasih uang saku kecuali kalau ada jadwal olahraga dan kegiatan sampai sore. Masa SMA; aku ngekos dan lagi-lagi aku hanya diberikan jatah 4000-5000 rupaiah perhari untuk mencukupi semua kebutuhanku; makan, pulsa, perlengkapan sekolah, dan pernak perniknya. Bayangkan saja. Dan di masa kuliah, alhamdulillah ada kenaikan gaji per harinya. Aku diberikan jatah 6000 rupiah per hari, tapi itu pun sama saja. Untuk mencukupi semua keperluan. Aah, kalau diperhitungkan dengan detail dari masa itu hingga kini; tanpa nikmat; karunia, dan rizki Alloh, maka itu tak akan cukup. Tapi lagi-lagi Alloh Maha baik, Maha mencukupi, maka semuanya tercukupi bahkan hingga detik ini. Aku masih bisa makan, masih bisa ke sana-sini meskipun serba dengan keterbatasan; ngos-ngosan.

Tapi... aku akhirnya banyak belajar dari ini semua. Keadaan inilah yang membuatku menjadi berpkir kreatif; mencoba segala hal; mencari peluang; ilmu; pengalaman: relasi karena kondisi yang 'kepepet' itu. Dan memang aku sudah dibiasakan itu sedari kecil. Aku ingat sekali, waktu itu aku kelas 2 SD. Aku diminta orang tuaku utuk berjualan kering di sekolah; waktu itu aku jual harga 50 dan 100 rupiah. Kelas 4 SD, aku diminta jualan manisan dan arem-arem. Belum lagi di masa-masa itu aku diajak orang tuaku ke pasar dan membantu jualan aneka dagangan; timun, sawi; semangka; melon; kacang panjang; cabai; ya aneka hasil bumi. Kelas 6 aku berinistaif untuk membuat arem-arem sendiri dan menjualnya ke teman-teman kelas. SMP, aku diminta utuk menitipkan makanan 'kering' ke kantin sekolah. SMA, aku berdagang aneka jenis produk. Dari produk yang aku buat sendiri; gorengan, pastel; camilan yang dibungkus 500an, produk chocholatos, gerry, rechese. Aah.. aku sampai susah mengingatnya. dan masih lagi, ketika aku duduk di bangku kuliah, usaha jajanan 500an masih aku tekuni ditambah dengan jualan jajanan pasar. jualan pulsa, tupperware, legging, jilbab, yogurt. Jadi reseller. Dan ketika mengingatnya... membuatku semacam bernostalgia dengan pengalaman jualanku di kelas-kelas, menawarkan jualan dagangan ke guru, dosen; jualan keliling.

Tak cukup dengan pengalaman berbisnis saja; aku pun mencoba peluang-peluang lain; mengikuti even lomba nulis; olimpiade. Ngajar privat anak SD, SMP, SMA. Pokoknya peluang apapun yang mendatangkan profit buatku; untuk melanjutkan roda kehidupanku. Yah, aku memang dibelajarkan pada kondisi kepepet. Uang hidup per hari hanya dapat jatah Rp 4000, sewaktu SMA dan naik sedikit ketika kuliah; Rp 6.000/hari. Aah, rasanya begitu menyedihkan memang. Tapi aku mengambil hikmah positifnya, bahwasanya pada kondisi yang demikian ini aku dibelajarkan dengan banyak hal. Berat memang ketika menjalaninya. Tapi aku yakin Alloh swt sedang mentarbiyahku untuk menjadi pribadi yang tahan banting pada kondisi apapun. Aku bersyukur untuk itu.

Dan benar saja, dengan kondisi yang demikian toh pada akhirnya aku masih bisa bertahan hidup hingga saat ini. Sampai pada titik aku lulus kuliah. Aku bisa merampungkan semuanya; meskipun memang penuh aral melintang di perjalanannya. Tak cuma itu saja sih; dan akhirnya aku pun punya banyak saudara; relasi, dan beberapa sertifikat serta trophy. Lagi-lagi aku harus bersyukur untuk itu.
***
Tapi hidup tak berhenti hanya sampai di situ. Aku masih harus menjalani kehidupanku selanjutnya. Di usiaku yang berbilang 21 tahun ini, dan selanjutnya, ketika aku masih dikaruniakan umur. Menjalani kehidupan, untuk mencetak prestasi-prestasi kebaikan; mencetak prestasi-prestasi untuk kehidupan sebenar-benarnya, “akhirat” Ya, menjadi sebaik-baik pribadi; bisa memberikan banyak kontribusi untuk orang lain.

Di tengah kesamar-samaran persimpangan jalan itu, ketika kabut pagi masih menutupi pandangan mataku di jalan masa depan, maka kemudian aku membuat keputusan. Sebuah keputusan yang menurutku itu beresiko. Keputusan yang telah berkonsultasi pada diri sendiri; mengikuti kata hati dengan meminta kemantapan padaNya. Aku membuat keputusan besar dalam hidupku; mengambil jalan yang sesuai dengan passionku; berbisnis. Memang, aku punya cita-cita untuk menjadi pengusaha besar; meskipun itu tak selinear dengan sejarah studiku. Setelah menimbang-nimbang, mencari pencerahan, dan masih dengan dihantui perasaan takut dan khawatir, maka sampai saat ini aku curahkan semua waktuku untuk berbisnis; mewujudkan mimpi menjadi pengusaha.

SO’JAIM, adalah bisnisku yang ‘kalau tak salah aku menghitungnya’ ini adalah bisnisku yang ke-15 kalinya. Dan aku telah mengalami kegagalan pada bisnis-bisnis sebelumnya. Aku telah bertekad bahwasanya pada bisnis yang ke-15 ini, aku harus berhasil. Meskipun aku tahu ini tak mudah; butuh perjuangan, pengorbanan, totalitas! Seperti yang telah aku alami di masa sebelumnya, di tengah-tengah keterbatasan, tapi aku yakin pasti semua bisa terlampaui. Ya, keyakinan yang bermula dari niat yang baik dan mulia; maka insya Alloh, Alloh akan memberikan jalan, Alloh akan membantu mewujudkan mimpiku. Aamiin.

Di tengah harap, di saat keraguan masih melanda, mengambil sebuah keputusan tentang masa depan; keluar dari zona yang nyaman
26 November 2013 (13 : 50) @So’jaim





Tidak ada komentar:

Posting Komentar