Jumat, 20 Desember 2013

10 Catatan Waktu #2

#11
Alloh swt, Dzat tempat bergantung satu2nya.. Bukan kepada makhluk! Bukan...
Sehingga pun ketika kita ingin mengeluh, mengadu, meminta solusi.... ya, ke Alloh saja. Dia Yang Menghendaki apa-apa yang terjadi pada diri kita, Dia Yang Mengirimkan "masalah", "ujian" pada kita... Pasti Dia juga yang memiliki solusi. 

Justru seringkali rasa sebal itu hadir ketika kita berharap pada makhluk. Berharap agar si dia bisa membantuku, agar si dia bisa selalu membersamaiku. Tapi ketika kenyataan itu seringkali tak sejalan dengan harapan kita. Dan pada akhirnya, kita tahu hakikatnya. Bahwa memang kita tak boleh terlalu berharap pada makhluk. Ada Dia yang sebenarnya menanti pengharapan kita.
(16:12)


#12
Belajar keikhlasan itu butuh proses...
Gak bisa sekejap begitu saja,,,
Tapi bukan berarti gak bisa,, 
tetap optimis, pasti bisa deh...
Ya, dunia itu hanya sementara; tak sampai terhitung satu hari di akhirat. Ketika ini menjadi sudut pandang, mungkin keikhlasan itu akan mulai bersemi pelan, bertahap...
(17 :52)

#13
Berkontribusi dengan apa yang kita punya, apa yang kita bisa, apa yang kita merasa mampu, apa yang ingin kita lakukan.Tak usah pada titik memaksa diri melakukan sesuatu yang tak ingin dan tak bisa kita lakukan,kecuali kita memang ingin belajar untuk bisa melakukan itu. Kembali kepada “passion” kita, untuk berkontribusi. “Passion”, hal yang memang kita suka, memang kita bisa,,
(16:13)

#14
Alangkah indahnya, ketika diri ini selalu meniatkan akhirat untuk semua hal. Tak ada prasangka; semuanya lillah. Menjalaninya dengan penuh kesyukuran; tanpa beban. Tapi terlalu sering keimanan berada pada puncak bawah kurva. Iman melemah. #Astaghfirulloh
(16:13)

#15
Sabar. Sabar itu butuh pembelajaran. Cepat itu baik, tapi lama itu bukanberarti tidak baik. Mungkin membosankan, tapi kalau kau gunakan, akan mematangkan.
(16:13)

#16
Pesan yang aku dapatkan dari seorang dosen, yang telah menginspirasiku. “Selepas kalian telah usai dari bangku kuliah, maka mengabdilah untuk pendidikan. Tak usah kau hiraukan seberapa banyak gaji yang kalian dapatkan. Tapi yakinlah ketika, niat kalian lurus maka kalian akan dapatkan sesuatu yang lebih.“  Yap, tepat. Toh dunia, bukan selamanya kan? Alloh swt, rasul, dan orang-orang beriman akan melihat kesungguhan usaha kita. Tak usah berharap mendapatkan sesuatu yang besar; dengan ketulusan niat kita insya Alloh, ingin mengabdi untuk Alloh, maka sesuatu yang besar itu akan datang dengan sendirinya. 
(16:13)

#17
“Melakukan sesuatu dengan hati. Coba dengarkan apa kata hatimu.” Sebuah kalimat yang sedikit menohokku. Bahkan tak hanya sedikit, sangat, bahkan. Akhir-akhir ini aku sering merenungi tentang kehidupan yang selama ini aku jalani. Dan kalimat yang barusan itu terlontar dari mulut kawanku, dan bagiku kalimat itu cukup merangkum dari renunganku. Selama ini, aku memang merasa aku seolah tak menikmati hidup. Aku melakukan ini itu, bukan karena itu memang kata hatiku, tapi itu lebih karena peluang yang aku ambil dengan kondisiku yang ada padaku selama ini. Semua-muanya aku lakukan, selama aku sanggup untuk itu. Sehingga seringkali ketika hatiku menolak, aku tak meresponnya. Aku tetap menjalaninya, dan berusaha, ya berusaha untuk menyukainya; bukan karena aku memang menyukainya. Hmm, lagi-lagi belajar tentang kehidupan… cobalah kau dengarkan hatimu berbicara.
(16:14)

#18
Menjadi sebuah perenungan. Hakikat kita sebagai manusia. Kenapakah kita diciptakan di dunia. Alloh bilang, segala sesuatu yang ia ciptakan tak ada yang sia-sia. Termasuk diri kita. Ada peran-peran yang harusnya kita miliki. Sebagai khalifah fil’ardh itu yang sudah semestinya. Seperti yang telah Alloh firmankan dalam ayat suci-Nya ketika berdialog dengan para malaikat. Ketika itu, malaikat begitu merasa khawatir; “Ya Alloh kenapa Engkau hendak ciptakan makhluk yang akan membuat kerusakan? Menumpahkan darah?” Lalu Alloh berfirman, “Aku jauh lebih mengetahui akan semua hal, dan engkau tidak mengetahui.” Ya beginilah, apa yang telah Alloh inginkan untuk kita. Lalu sudah sejauh manakah peranan kita ketika kita sudah menjalani putaran waktu hingga detik ini? Ya, perlu kembali bermuhasabah diri. Jangan-jangan justru banyak kemudharatan yang telah mewarnai aktivitas keseharian kita dibandingkan dengan hakikat kita seharusnya menjadi manusia.
(5:59)

#19
Penyakit hati itu munculnya seringkali tak terduga. Tapi kemunculannya itu seringkali tak disadari. Tau-tau, ia sudah berdomisili di hati. Uh… ini menyebalkan. Dari penyakit hatilah, seolah apa-apa yang kita lakukan menjadi sia-sia ; berkurang nilainya. Coba kau bayangkan, harusnya kita bisa dapatkan nilai 100 untuk satu hal yang telah kita lakukan. Namun, karena efek penyakit hati bisa jadi nilai itu menjadi 50, atau bahkan hanya beroleh nilai 0. Kita sudah berlelah-lelah untuk itu, tapi tak ada yang kita dapatkan. Hanya sebatas nilai dunia. Bukan nilai akhirat. Uh, penyakit hati ibaratnya noda-noda hitam yang mewarnai putihnya kain. Aku jadi ingat, satu doa yang selalu kita baca dalam setiap sholat. Doa iftitah, “Ya Allah,sucikanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagimana dibersihkan kain putih dari kotoran”. Penyakit hati memang sudah sepatutnya kita bersihkan. Reorientasi niat, inilah kuncinya. Pun memperbanyak istighfar dan memaknai sholat kita. Sudahkah kita berada pada titik itu? Kembali introspeksi…
(06 :10)

#20
Hmmm, berkhusnudzan kepada Alloh, atas apa-apa yang terjadi pada diri kita. Alloh itu Maha Tahu kok dengan kondisi diri kita. Yakin, selalu ada hikmah di balik apa yang terjadi dan menimpa diri kita. Tapi, lagi-lagi, ya memang, awalnya kita mungkin tak menerima, kenapa ini kenapa itu. Namun, mencoba bersabar atas apa yang menimpa kita; itu jauh lebih mulia. Jadi ingat, bukannya sabar itu pahalanya adalah surga? "Dan bersabarlah! Sesungguhnya Alloh beserta orang-orang yang sabar."(QS. Al-Anfal:46)
(06 :15)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar