Minggu, 09 Desember 2012

Manusia, Khalifah fil Ardh

Sebuah fenomena, yang sudah biasa, bukan fenomena yang baru terdengar. Fenomena yang menjadi bahan obrolan setiap hari mungkin. Fenomena yang mewarnai keseharian, akrab dengan mata, terindera lewat penciuman. Fenomena yang kerap membuat hati miris, dan memaksa otak untuk berfikir mencari solusi, “Njur piye?”. Yupz, inilah fenomena lingkungan. Fenomena bagaimana jumlah emisi gas buangan di kota A, kota B, jumlah sampah di perairan A, banjir di kota D, kelaparan di desa E, kemiskinan, dan masih banyak yang lainnya.

Semua tahu, ini terjadi bukan karena kebetulan saja. Ada penyebab yang mendorong semua fenomena ada dan terasa. Semua tahu, apa yang menjadi penyebab. Demikianlah. “MANUSIA”. Itulah jawabannya. Memang, semua terjadi karena berakar dari manusia. Manusia sebagai pihak yang mestinya bertanggung jawab atas semua. Manusialah pun yang kemudian akan merasakan semuanya.

Sebuah peradaban yang terbangun dari peradaban sederhana hingga modern. Aktivitas manusia yang menjadi kunci perubahan peradaban. Yah, lagi-lagi manusia. Karena memang manusialah yang menjadi kunci utama penggenggam bumi seisinya. Peradaban yang semula hanya bertumpu pada aktivitas berburu dan meramu. Kemudian berkembang menjadi peradaban bercocok tanam. Sekian waktu kemudian, peradaban terus melaju dan berkembang lagi. Manusia menumpukan aktivitasnya pada industri dan teknologi dan pada akhirnya sampailah manusia pada peradaban saat ini.

Setiap peradaban memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri. Pada masa berburu dan meramu, manusia hanya melakukan aktivitas mencari sumber daya yang ada di lingkungannya. Mengambil apa yang dibutuhkan sesuai dengan kadarnya. Akan tetapi, usai peradaban berburu dan meramu, maka peradaban bercocok tanam pun dimulai, alih fungsi lahan terjadi. Lahan yang semula ditumbuhi berbagai macam vegetasi, dialihfungsikan menjadi lahan-lahan pertanian yang produktif dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Seiring berjalannya waktu, lagi-lagi karena ketidak puasan manusia, maka lahan yang semula digunakan untuk bercocok tanam dialihfungsikan menjadi lahan industri. Mereka berfikiran, ketika manusia peradaban beranjak pada dunia industri, maka peradaban akan melanglang buana, menginjakkan pada titik kemajuan. Memang demikian, pada kenyataannya, industri membawa dunia baru pada titik teratas peradaban. Segalanya dapat terjangkau dengan mudah. Hasil industri dapat mencukupi kebutuhan mereka. Bahkan bisa terekspansi luas. Namun, apakah terpikirkan bagaimana setelahnya? Dan kenyataan saat inilah yang menjadi dampak peradaban industri yang ada.

Maka kesimpulannya, M A N U S I A, dan aktivitasnya itulah yang mengubah kondisi lingkungan hingga seperti sekarang ini. Alami menjadi buatan, tanpa memperhitungkan dan memperhatikan aspek keseimbangan ekosistem.

Tak heran jika pada dahulunya, ketika Adam, akan diutus ke dunia, maka para malaikat mengkhawatirkan keberadaan manusia yang justru akan membuat kerusakan. Sebenarnya, apabila manusia paham akan perannya di bumi ini, di alam ini, maka kerusakan-kerusakan tersebut tak akan terjadi. Karena sebenarnya peran manusia di muka bumi ini adalah sebagai khalifah di muka bumi. Peranan sebagai khalifah adalah peran untuk memakmurkan bumi dengan mengolah, mengelola alam, mengatur alam. Bukan peran untuk senantiasa mengeksploitasi, mengeruk, dan memanfaatkan sebanyak-banyaknya tanpa perhitungan, tanpa memikirkan generasi masa depan-anak-anak dan cucu mereka. Terus mengeruk sumber daya yang ada, demi memenuhi kebutuhan mereka, menuruti nafsu mereka.

Wahai M A N U S I A, bangun dan sadarlah! Lihatlah sekelilingmu, akankah dirimu hanya terdiam melihat semuanya menjerit? Menatap semuanya menangis? Duhai para pemilik nurani, gunakanlah nuranimu, tajamkan mata hatimu. Pekakanlah pikiranmu... Mari bergerak bersama, tuk melihat semuanya tersenyum kembali. Menatap mesra wajah-wajah mereka... Wallohu’alam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar